Oleh : Oktia Dwi P
Jika kita mendengar
kata pahlawan, apa yang terlintas? Kebanyakan orang akan menjawab
pahlawan adalah orang yang gugur di medan perang. Betul, jawaban itu
tidak salah, tapi di era sekarang ini perang tidak harus dengan angkat
senjata, kokang senapan, dan baku hantam melawan penjajah. Perang di era
sekarang jauh lebih berat, salah satunya perang melawan kemiskinan.
Kemiskinan
telah menjadi permasalahan dunia yang sampai saat ini belum bisa
dituntaskan, begitupun di Indonesia. Belum bisa dituntaskan bukan
berarti negara berdiam diri tanpa upaya untuk memerangi itu, banyak hal
yang telah negara lakukan untuk mengurangi kemiskinan di Indonesia.
Salah satunya yang telah diakui dapat mengurangi kemiskinan secara
signifikan yaitu melalui Conditional Cash Transfer Program Keluarga
Harapan (PKH).
PKH dimulai sejak tahun 2007, PKH
merupakan program perlindungan sosial yang memberikan uang tunai kepada
masyarakat miskin dengan syarat-syarat yang harus mereka penuhi. Dari
hasil penelitian Efektifitas PKH mendapat rating paling tinggi dibanding
program bansos kemiskinan lainnya. Menurut perhitungan Bank Dunia,
nilai yang diterima penerima PKH sebaiknya antara 16-25 persen dari
pengeluaran per jiwa/bulan. Saat ini baru mencapai 14.5 persen. Tahun
2016 ini telah dianggarkan di APBN hampir mencapai Rp.10 triliun untuk 6
juta keluarga penerima bantuan PKH.
Melihat
efektifitas PKH dalam mengurangi angka kemiskinan tentu kita bertanya,
apa program ini nantinya tidak akan menimbulkan efek dependensi pada
para penerima manfaat. PKH memiliki pendamping yang merupakan ujung
tombak dalam program ini. Pendamping inilah yang bersentuhan langsung
dengan penerima manfaat. Tugas pendamping selain memastikan peserta PKH
menerima bantuan, juga memastikan mereka mendapatkan bantuan
komplementaritas dari program lainnya seperti RASTRA, KIP, KIS, KKS, dan
lain sebagainya. Tidak hanya itu pendamping berperan juga mengedukasi,
memfasilitasi dan mendorong peserta dalam peningkatan kapasitas diri
yang bertujuan mempersiapkan peserta menjadi keluarga yang sejahtera dan
mandiri.
Pendamping PKH semuanya
berlatar belakang pendidikan sarjana dengan gaji yang bisa dibilang
tidak terlalu besar, tapi sebagian besar menjadi pendamping karena hati
mereka merasa terpanggil. Mereka menemukan hal-hal sederhana yang
memberikan mereka kepuasan batin ketika mereka bisa membantu dan
bersentuhan langsung dengan para peserta PKH. Jiwa sosial dan militansi
pendamping sudah teruji. Kondisi geografis di Indonesia yang bervariasi
dari mulai daerah perkotaan hingga daerah-daerah pelosok yang bahkan
tidak bisa dilalui oleh sepeda motor menjadi keseharian perjuangan
pendamping. Selain itu karakteristik keluarga dampingan pun merupakan
tantangan bagi pendamping saat mengadakan pertemuan kelompok sebagai
upaya mendorong peserta lebih mandiri. Jadi, sudah pantaskah para
pendamping ini jika kita sebut pahlawan? Ketika teman-teman sarjana
lainnya sibuk mengkritisi negara dan berlomba bekerja di perusahaan
asing yang memprivatisasi alam Indonesia, pendamping ini lebih memilih
melakukan aksi nyata untuk negara.
Hari
ini, 12 Mei 2016, sebagai bentuk apresiasi atas dedikasi dan perjuangan
pendamping, Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengadakan Annual Summit.
Dimana acara ini dibuka langsung oleh Menteri Sosial, dan Gubernur Jawa
Barat serta dihadiri oleh hampir 3.000 orang pendamping dan operator PKH
di seluruh Jawa Barat. Pada kesempatan ini Gubernur Jabar Ahmad
Heryawan memberikan apresiasi berupa uang muka pembelian sepeda motor
bagi seluruh pendamping. Diharapkan dapat memudahkan mobilitas dan
aksesibilitas pendamping dalam menjangkau peserta PKH. Acara ini hanya
sebagian kecil bukti bahwa negara selalu hadir untuk semua lapisan
warganya.
Pada kesempatan ini pula
hadir, Ibu Lili, beliau adalah salah seorang peserta PKH yang dengan
kesadaran penuh meminta mundur sebagai peserta karena dirasa dirinya
sudah cukup mandiri dan bisa memenuhi kebutuhan dasarnya, bantuan PKH
telah mengantarkan anak dari bu Lili sehingga dapat meraih gelar sarjana
dengan predikat ***** laude.
Dari kisah
ini, kita dapat simpulkan bahwa program ini tidak menimbulkan efek
dependensi pada penerima dan ini semua bisa tercapai berkat dedikasi,
integritas dan loyalitas dari para pendamping. Jadi wajar saja apabila
negara ingin memberikan sedikit apresiasi bagi para pendamping.
Pendamping ini bisa menjadi contoh untuk mengajak dan merubah pola pikir
para generasi muda yang masih berpikiran dan mempertanyakan apa yang
telah negara berikan untuk mereka, menjadi generasi yang mulai berpikir
apa yang bisa mereka berikan untuk negara.
Sumber Kemsos



EmoticonEmoticon